Wednesday, January 16, 2019

Hoax di Tahun Politik

Buat beberapa kelompok, berita bohong (hoaks) ialah musuh bersamanya. Akan tetapi, tidak dikit juga yang manfaatkan hoaks untuk kebutuhan pribadi, grup, serta tentunya politik. Semenjak sosial media (sosmed) eksis serta digunakan dengan luas untuk berkomunikasi, sekaligus juga mengemukakan isi hati serta pikiran, hoaks juga banyak muncul.

Dii dunia politik Indonesia, hoaks mulai muncul pada acara Pemilihan presiden 2014. Saat itu tersebar tabloid Obor Rakyat yang mendiskreditkan Joko Widodo (Jokowi) menjadi capres (calon presiden). Pemimpin redaksi serta redaktur pelaksana tabloid Obor Rakyat, Setiyardi Budiono serta Darmawan Sepriyosa pada akhirnya divonis satu tahun penjara serta mendekam di Lapas Cipinang semenjak Mei 2018. Pada 3 Januari 2019, kedua-duanya dibebaskan sesudah mendapatkan cuti bersyarat dari Ditjen Pemasyarakatan Kemkumham.

Masalah yang lain yang menonjol ialah grup Saracen. Grup ini memakai beberapa ribu account sosial media untuk menebar kedengkian berkaitan suku, agama, ras, serta antargolongan (SARA). Lima anggotanya, yaitu Rofi Yatsman, Faizal Tonong, Sri Rahayu, Harsono Abdullah, serta Asmadewi, divonis bersalah sebab sebarkan:  ajaran kedengkian serta masalah SARA dengan hukuman beragam saat enam bulan sampai 2,5 tahun penjara. Pimpinannya, Jasriadi, divonis 10 bulan penjara sebab dapat dibuktikan lakukan akses ilegal sosial media.

Simak Juga : Cilegon XXI Ramayana dan Jadwal Bioskop XXI Ramayana

Pada 2014, TV One pun menarik kabar berita yang diambil dari iReport CNN mengenai hasil survey Gallup Poll yang mengatakan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memenangkan Pemilihan presiden 2014. Dewan Wartawan mencatat riwayat timbulnya berita tidak benar atau hoaks semenjak Pemilihan presiden 2014.

Ketua Dewan Wartawan Yosep Stanley Adi Prasetyo menjelaskan padà saat itu banyak berita yang di produksi oleh alat abal-abal seringkali tidak benar. Hoaks jadi makin masif dengan mengembangnya sosial media. “Media sosial jadi salah satunya fasilitas yang cocok untuk penyebaran hoaks,” tuturnya dalam satu diskusi publik yang diselenggarakan awal 2017.

Seirama dengannya, Deputi Direktur Penelitian Instansi Studi serta Advokasi Penduduk (Elsam) Wahyudi Djafar mengatakan kejadian berita palsu dengan global sebenarnya betul-betul mendapatkan atensi serta dampak berarti semenjak momen Brexit yang berlangsung di Inggris pada 2016. Bertepatan dengan itu, pilpres Amerika Serikat pada Hillary Clinton dengan Donald Trump pun memakai peranan berarti berita palsu untuk merubah opini pemilih.

Simak Juga : Jadwal XXI Cilegon Ramayana dengan Metmall Cileungsi XXI Bogor

“Di Indonesia, sebetulnya kita bisa memperbedakan dua momen penyebaran berita palsu. Pertama yang dipakai pada saat pilpres 2014, sesaat momen ke-2 berlangsung pada penentuan gubernur DKI Jakarta saat berita palsu menebar demikian masif,” tutur Wahyudi Djafar seperti diambil dari situs Elsam.

Menurut Wahyudi, salah satunya intimidasi pada kebebasan sipil sekarang ini muncul dari hoaks serta berita palsu (fake news) yang di kirim dengan berkali-kali, hingga diakui menjadi kebenaran. Karena penyebaran hoaks serta fake news yang lalu diakui menjadi kebenaran ini, aksi koersif serta represif, tidak cuma dikerjakan oleh aparat negara, pun oleh grup yang memercayai info palsu itu.

Perbuatannya bermacam, seperti pembungkaman kebebasan memiliki pendapat dengan langkah perundungan di sosial media, kriminalisasi, stigmatisasi serta diskriminasi, pembubaran serta larangan pekerjaan diskusi, pemutaran film, kesenian, penganiayaan pada orang yang berekspresi dengan resmi, baik dengan verbal ataupun fisik, dan perusakan pada property sampai persekusi keagamaan.

Kembali Ramai, Terakhir, hoaks kembali ramai lewat momen Pemilihan presiden 2019. Salah satunya masalah yang menonjol akhir-akhir ini ialah hoaks container berisi surat nada pemilihan presiden yang sudah dicoblos untuk pasangan capres-cawapres nomer urut 01, Jokowi-Ma’ruf Amin. Salah satunya nama yang terbawa dalam masalah ini ialah Wakil Sekjen Partai Demokrat, Andi Arief.

Lihat Juga : Jadwal Bioskop Cileungsi XXI Bogor dengan Jadwal XXI Metmall Cileungsi Bogor

Tidak cuma itu, lewat account Twitter, Andi Arief mengutarakan tempat tinggalnya di Lampung digerudug polisi. Hasil dari penyidikan Kepolisian, tidak ada penggerebekan pada rumah Andi Arief di Lampung serta semenjak 2014 rumah itu bukan atas nama Andi Arief.

“Tidak benar (penggerebekan, Red). Tidak ada pengusutan di tempat tinggal Bapak Andi Arief," kata Kepala Biro Penerangan Penduduk (Karopenmas) Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Jakarta, Jumat (4/1). Sebelum hoaks container, masalah Ratna Sarumpaet yang mengakui dianiaya sempat juga ramai. Masalah Ratna yang pun digolongkan menjadi hoaks sekarang tengah diatasi Kepolisian.

Tidak cuma itu, semenjak pertengahan 2018 sampai awal 2019 yang dikenal juga menjadi tahun politik, hoaks yang terkait dengan Pemilu Anggota DPR, DPD, serta DPRD (Pemilu Legislatif/Pileg) dan Pemilu Presiden serta Wakil Presiden (Pemilihan presiden), ramai. Kementerian Komunikasi serta Informatika (Kominfo) mengidentifikasi 62 content hoaks menyebar di internet serta sosial media semenjak Agustus sampai Desember 2018.

No comments:

Post a Comment